Stop Memberikan Label Negatif untuk Anak Broken Home

  
anak dari keluarga broken home

Sangat disayangkan ketika anak broken home diberikan label yang negatif. Ini seolah menjadi bencana kedua bagi anak tersebut. Bencana pertama, kedua orang tuanya berpisah. Dan yang kedua, mereka mendapatkan label negatif.

Masyarakat sering menganggap anak yang berasal dari keluarga broken itu nakal. Mereka mengkaitkan dengan kasih sayang yang kurang. Anak dari broken home dianggap anak yang kurang kasih sayang. Sehingga mereka melampiaskan hal tersebut dengan kenakalan.

Apakah itu bisa dijadikan kesimpulan? Tentu saja tidak. Faktanya, banyak anak yang broken home yang baik-baik saja. Bahkan, mereka memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh anak yang tinggal bersama dengan keluarga utuh.

Kelebihan yang Dimiliki Anak dari Keluarga Broken

Tidak dapat dipungkiri beberapa anak yang berasal dari keluarga broken itu menjadi nakal. Namun, harus dipahami juga bahwa setiap anak punya sisi positif. Tak terkecuali anak berasal dari broken home.

  1. Menjadi Anak yang Kuat

Meskipun usianya masih kecil, anak tahu jika orang tua mereka berpisah. Biasanya, hal tersebut sudah disadari ketika anak berusia sekolah.

anak korban penceraian

Karena pemahaman tersebut, anak merasakan kesedihan yang luar biasa. Ia merasa kurang sempurna. Tidak seperti anak lain yang memiliki keluarga yang utuh.

Namun, kerena ketidaksempurnaan tersebut, anak tersebut tumbuh menjadi anak yang lebih mandiri. Ia menjadi lebih kuat.

  1. Lebih Sensitif

Anak yang berada di keluarga utuh tidak mengerti kesedihan anak dari keluarga broken home. Makanya, anak tersebut tidak begitu sensitif.

Lain hal dengan anak yang orang tuanya bercerai. Ia sudah merasakan bagaimana pedihnya ketika orang tuanya tidak lagi bersama. Apalagi anak harus tinggal dengan orang tua secara bergantian. Ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan.

Hal semacam itu membuat hatinya lebih sensitif. Ia mudah tersinggung. Ini sisi negatifnya. Namun, karena hatinya sensitif, ia pun tidak ingin membuat orang lain merasa sedih dengan apa yang ia lakukan.

  1. Soliditas Tinggi

Karena lebih sensitif, anak dari keluarga broken home memiliki solidaritas tinggi. Mungkin ia merasa tidak memiliki keluarga yang sempurna. Namun, ia tidak ingin persahabatannya pun tidak sempurna. Sebisa mungkin ia menjalin persahabatan yang kuat. Tidak pertengkaran antara dirinya dan sahabat, seperti pertengkaran antara kedua orang tuanya yang berakhir dengan perceraian.

Hal semacam itu harus disadari oleh masyarakat. Sehingga mereka tidak lagi memberikan label negatif terhadap anak broken home. Bagaimanapun juga, anak menjadi korban dari perceraian. Jangan sampai anak menjadi korban pelabelan negatif dari masyarakat.

       Baca Juga: Mendidik Anak yang Sering Kena Kasus di Sekolah

Bagaimana Masyarakat Harus Bersikap

Beberapa study menyebutkan anak yang berasal dari keluarga broken home memiliki kecenderungan yang sama. Saat dewasa, ia juga berpotensi mengalami perceraian dengan pasangan. Hal ini ada kaitannya dengan pengalaman yang membuat anak merasa perceraian itu hal yang biasa. Jadi, tidak ada yang perlu dipikirkan.

Apalagi jika stigma negatif langsung disematkan pada anak dari orang tua yang bercerai home. Ini membuat anak merasa tidak ada lagi space yang baik untuk dirinya.

Seharusnya, masyarakat menjadi healer atau penyembuh. Ketika anak menjadi korban perceraian orang, anak seolah sedang sakit. Masyarakat harus memberikan obat sehingga potensi lebih buruk lagi bisa dihindari oleh anak tersebut.

Makanya, penting sekali membangun kesadaran kepada masyarakat. Bahwasannya anak dari keluarga broken home bukan anak yang nakal. Ia sama dengan anak-anak yang berasal dari keluarga utuh lainnya.