Hukum Menikah Beda Agama, Ini Penjelasannya

  
Hukum menikah beda agama

Menikah merupakan hal yang lumrah dilakukan untuk dua orang yang merasa cocok dan telah menginjak umur yang sesuai. Cocok disini tentu saja dari berbagai aspek, namun bagaimana jika kecocokan tidak ditemukan pada agama yang dianut. Tentu saja pernikahan beda agama akan menjadi solusi akhirnya. Namun bagaimanakah hukum menikah beda agama menurut Islam?

Pedoman Mengenai Agama

Sebelum membahas mengenai hukum menikah beda agama, perlulah diketahui terlebih dahulu beberapa hal mengenai agama. Di mana hal tersebut dapat dijadikan pedoman sebelum melaksanakan pernikahan. Berikut ulasannya:

1. Agama Bukanlah Status Saja

Banyak orang yang kepeduliannya mengenai agama sangatlah kurang dan beranggapan agama hanya status formalitas KTP saja. Sehingga banyak yang melakukan pernikahan beda agama tanpa mencari tahu dasar hukum dan penjelasannya. Padahal kenyataannya setiap manusia memiliki perbedaan, baik agama, suku, daerah bahkan usiapun berbeda. Tentu saja hal itu mendasari kenapa sebuah agama tidaklah boleh dianggap remeh dan hanya status saja.

Padahal faktanya agama bukanlah hanya status saja namun juga sebuah ideologi yang dimiliki setiap manusia. Hal inilah sebenarnya yang membuat pernikahan beda agama sering dilakukan. Semua itu karena baik mempelai laki-laki dan wanita beranggapan agama yang dianut sangatlah penting dan tidak dapat dirubah.

2. Agama Adalah Hak Manusia

Pasti semua sepakat bahwa agama adalah hak manusia yang tidak dapat diganggu gugat oleh apapun, semua orang berhak menentukan agama yang diinginkan. Hal itulah yang membuat banyak orang tidak mau menukar agamanya dengan cinta. Sehingga tidak mau mengikuti agama pasangannya. Apa lagi islam mengajarkan pada setiap umatnya, dimana harus memuliakan agama. Jangan sampai mudah lepas dari agama yang dianut.

Penjelasan Mengenai Hukum Menikah Beda Agama

Setelah memahami pedoman yang telah dijelaskan, barulah berikutnya akan lebih mudah memahami mengenai hukumnya. Di mana hukum yang ada pada zaman dahulu dan sekarang memang sedikit berbeda. Berikut penjelasan mengenai hal tersebut:

1. Menurut Syariat

Jika ada yang bilang hukum menikah beda agama adalah haram dan dilarang, jawabannya tidak benar. Semua itu karena ada beberapa aspek yang dapat membuat pernikahan itu tidak dilarang. Semua itu dengan syarat laki-laki yang menikah haruslah yang beragama Islam. Selain itu wanita yang akan dinikahi haruslah masuk golongan ahli kitab. Maksudnya ahli kitab disini adalah wanita Nasrani ataupun Yahudi.

Selain itu wanita tersebut haruslah wanita yang dapat menjaga kehormatannya, jadi walaupun tidak berhijab wanita tersebut tidak boleh mengumbar aurat. Tentunya hal itu berbeda jika wanita dinikahi oleh laki-laki bukan muslim, jelas itu tidak diperbolehkan. Secara syariat Islam hal itu telah diatur, namun ada beberapa yang berganggapan berbeda.

2. Menurut Nadhatul Ulama (NU)

Indonesia memiliki dua paham mengenai agama Islam salah satunya adalah NU yang telah mengatur waktu puasa dan lebaran juga. Untuk pernikahan beda agama menurut NU adalah haram serta dianggap tidak sah. Hal itu sesuai dengan Muktamar yang ke 28 diadakan di Yogjakarta bulan November pada tahun 1989. Namun tetap saja banyak orang yang tetap tidak menggubrisnya.

3. Menurut Ulama Muhammadiyah

Tidak jauh berbeda dengan keputusan NU, ulama Muhammadiyah juga telah melakukan sidang Muktamar Tarjih yang ke 22, pada tahun 1989. Lokasi tepatnya ada di Malang, keputusan yang dihasilkan adalah pernikahan beda agama dianggap tidak sah. Baik itu laki-laki muslim yang menikahi wanita yang tidak ahli kitab ataupun ahli kitab, semua dianggap tidak sah.

Semua itu karena Ulama Muhammadiyah beranggapan wanita ahli kitab zaman dahulu jelas telah berbeda dengan sekarang. Keluarga yang sakinah menurut syariat Islam akan lebih sulit untuk terbentuk.

Itulah penjelasan mengenai hukum menikah beda agama dari berbagai sumber yang dapat dijadikan referensi. Dengan memahami hal di atas tentu saja akan membantu setiap proses pernikahan yang baik menurut Islam.